deviant

penyair sajak cinta

Penyair telah menuliskan keajaiban kata;
merebahkan tubuhnya dalam kata, mengorbankan bahagianya;
di jiwa pedih syairnya. 

Di tangan penyair, tulisan menjelma suara merdu;
di jantung syair, kata menjadi rumah -- untuk cinta yang resah.

Di tangan penyair, syair adalah peperangan tanpa senjata,
tanpa pasukan, syair hanya mengerti bahwa cinta adalah
musuh -- yang butuh pelukan.

Kepada Puisi

Kepada puisi; aku merasakan segala yang damai, 
sekaligus pemberontakan-pemberontakan
 yang tak mengenal usai.


Pada tungku puisi, cinta adalah api 
bagi jiwa yang dipadamkan sepi. 
tapi pada abunya, cinta menjadi arif dan berserah diri.


Aku ingin hidup seperti puisi, 
hidup yang tak mengajariku menjadi kaya, 
tetapi tak pernah membuatku menjadi miskin.


Aku ingin hidup seperti puisi, 
sebebas burung, yang takpernah meneriakkan sepi. 
hidup sedamai puisi, bahkan saat kata-kata tak dibutuhkan lagi.


Saat aku bersedih, pada puisi yang bijaksana: 
aku merasakan keteguhan hati seorang ayah, 
yang tengah mengajariku tabah menerima duka.


Kepada puisi yang telah menemukanku: 
aku hanyalah kata, 
maka aku ingin hidup lebih lama.

fiksimini


PAMERAN BENDA KUNO - Cuaca buruk. Hujan menggelinding dari genting ke kepalaku. Pengunjung terkejut. Aku terpaksa berkedip.

WASPADA - Agar permainan dapat kumenangkan, aku harus hati2. Kulewati kolom kepala ular itu, sambil memegang erat nyawaku.

ADU CEPAT - Tiba-tiba kanvasku bergetar. Ombak yg kulukis bergerak lebih cepat dari goresan kuasku.

KETIDURAN - Langit sudah gelap. "Sial, padahal belum selesai, matahari di lukisanku sudah tenggelam." umpatku.

LAPAR - "Satu suapan lagi nak?" Tanya Ibu dengan jari yang hampir habis tergigit.

SANG ORATOR - Pidatonya menggelegar, sesekali terjadi percikan kilat.

TANGANNYA GEMETAR - Tangannya gemetar, saat dia harus menandatangani surat pengakuan yang bertuliskan 'aku masih perawan'.

LUPA MATIKAN KOMPOR - Tangis adik di dapur tetiba berhenti. "Payah, gagal lagi masak rendang setengah matang." gerutu Ibu.

SALING BANTU - "Maaf, bukan maksudku memukulmu. Kita masih sahabat kan?" ujar palu kepada paku.

SERASI - "Dasar hitam!", umpatku. "kamu itu sok manis!", balasnya. Waktu itu kami terus bergulat dalam sebuah cangkir.

CEMBURU - "Ini namanya simpul mati." kataku sambil mengikat ketat dasi suamiku. Noda bibir di serat bajunya tertawa.

SELINGKUH - lama tak bertemu, perbincangan kami waktu itu hanya berbataskan selimut.

Puisi yang bersaksi


pagi menuliskan namamu
di dadaku dengan cantik, sebagai setangkai lily;
untuk kumekarkan di selembar kertas putih.

maka kutuliskan saja semua untukmu
seperti harum cuaca kala embun dikecup cahaya pertama
kangen ini, mekar di udara sebagai bunga.

lalu kubayangkan diri aku menjelma seekor rama
                                                      di taman rumahmu
saat kaubuka jendela, akulah yang saban pagi
                                                      jatuh cinta kepada matamu.

dan kala bulan tak lelah terjaga untuk menemani mimpimu,
kubayangkan diri aku menjelma seekor kunang-kunang
yang kepak sayangnya menyalakan malam-malammu.

maka kutuliskan saja semua
sebab seperti katamu, selembar sajak yang sederhana
lebih mudah membuatmu tersenyum bahagia.

kutulis sajak cinta untukmu
                                             sebagai mata jendela
akan ada yang hangat menyambut pagimu
kala kali pertama kaubuka mata.

jika di jantungmu; kebahagiaan dan kebaikan telah mekar
kau akan tahu, aku telah menjadi
                                        embun, juga mawar segar
bagi segala musim yang mengakar.

dan jika di tubuhku; kebahagiaan adalah
                                        sekuntum mawar segar
hanya di pelukan musim semimu
ia akan tumbuh dan mekar.

kutulis sajak cinta untukmu
sebagai segala yang kau cintai;
                          harapan, mimpi-mimpi
dengan langit yang tak hanya menyediakan pagi.

sampai langit memucat, juga segala yang sebentar lagi layu
aku masih mencintaimu
sebagai sesuatu yang dirawat waktu.

sebab akan tiba,
                   malam: bulan sepucat mayat
dan selembar sajak, menjelma kuburan lain
bagi tubuh yang menanggung duka.

maka tetaplah bersamaku;
cintai aku bagai sepasang jarum jam
                                   bagai pagi menuju kelam
apapun -- yang tak mendustakan waktu.

kekasihku
jika sudah kaubaca sajak ini
ingatlah aku sebagai api yang bersaksi kepada kayu;
"aku tak mau padam, sebelum kesedihanmu -- jadi abu"

                               karena aku tak pernah menyerah
                                                                mencintaimu

Hujan rintik-rintik


Di luar hujan, tidak deras namun lama.
sebuah kehilangan mengembun pada jendela kaca.
di sini, kulihat tanganmu, melambai dalam pigura.

Saat-saat hujan seperti ini, ingin rasanya aku keluar rumah,
dan melihat hujan rintik-rintik itu rebah dengan tenang,
sambil memandang langit, seperti menulis sebuah epitaf:
tentang segala yang hendak dikenang.

Kulihat hujan mulai rebah ke tanah,
betapa mesra: lalu tumbuh anak-anak rindu, yang lucu,
dari ingatanku -- dari ingatanmu.

sajak airmata


Ada rahasia di balik daun dan embun yang jatuh cinta. sedang kita asyik menduga: perihal musim gugur dan kesedihan sesudahnya. Maka dalam sajak ini, kutetaskan duka yang cantik untukmu; segala sesuatu yang belum pernah, diteteskan airmatamu.

“Bercerminlah di bening airmata, kekasihku: sebab kau tak pernah tahu, kebahagiaan di matamu hanya cermin lain yang menipu..” selembar sajakmu berbisik.

Sejak itulah, aku suka menangis sepertimu, seperti sajak-sajakmu.. dulu, kalimat ini ribuan kali kudengar, kala aku menangis. kaukatakan: "aku mencintaimu, setabah sajak mencintai setiap kesedihan". Kau juga pernah bilang padaku, “airmata, kekasih; adalah guru terbaik, untuk belajar menjatuhkan sakit, dan membebaskan pedih..”

Dan sampai sekarang, aku sering menangis. Aku jatuh cinta pada sebuah kesedihan. Bahkan bila aku harus hidup pada kesedihan, kau selalu bilang padaku. “cintaku; kecup aku dengan seluruh airmatamu, sebab kebahagiaan tak lebih dari itu.”